Laman

Rabu, 20 Maret 2013

Ilmu Ekofisiologi Tanaman

Ekofisiologi Tanaman adalah ilmu tentang respon fisiologis tanaman terhadap lingkungan. Fisiologi adalah ilmu yang mendeskripsikan tentang mekanisme fisiologis yang mendasari observasi ekologi. Di sisi lain, ilmuan ekologi atau fisiologi mengarahkan permasalahan ekologi tentang pengontrolan pertumbuhan, reproduksi, kemampuan bertahan hidup, dan penyebaran geografi tanaman sebagai proses yang diakibatkan oleh interaksi antara tanaman dengan mekanisme fisikanya, kimia, dan lingkungan biotik (Lambers, 1998).

Ekofisiologi melibatkan studi deskriptif tanggapan organisme dengan kondisi sekitar dan analisis mekanisme fisiologis yang sesuai secara ekologis bergantung pada setiap level. Pendekatan ekofisiologi harus memperhitungkan polimorfisme di respon individu, yang sebagian besar bertanggung jawab untuk kemampuan adaptasi dari setiap kelompok. Dalam hal ini, studi ekofisiologi menghasilkan informasi yang fundamental untuk memahami mekanisme yang mendasari strategi adaptasi. Pada studi ekofisiologi akan mengeksplorasi proses fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, kelangsungan hidup, adaptasi, dan evolusi tanaman. Proses-proses fisiologis meliputi hubungan air, nutrisi mineral, transportasi zat terlarut, dan energetika (fotosintesis dan respirasi). Pengaruh faktor biotik dan abiotik, fisiologi stres dan konsekuensi ekologis untuk adaptasi dan evolusi tanaman juga termasuk dalam studi ekofisiologi tanaman (Ebbs, 2009).
Ekologi menyediakan pertanyaan dan permasalahan di sekitar kita, dan fisiologi menyediakan alat untuk mekanismenya. Teknik yang mengukur mikro tanaman, hubungan air dengan tanaman, dan pola pertukaran karbon menjadi ciri dari ekofisiologi. Sebagai contoh, pertumbuhan tanaman pada awalnya dijelaskan dalam hal perubahan dalam bobot tanaman. Pengembangan peralatan untuk mengukur pertukaran gas pada daun, untuk ahli ekologi dalam mengukur laju pemasukan dan pengeluaran karbon oleh tiap daun pada tanaman. Analisa pertumbuhan mengenai alokasi karbon dan nutrisi  pada akar dan daun, seiring dengan laju produksi dan matinya tiap jaringan. Proses tersebut secara bersamaan memberi penjelasan yang menyeluruh mengenai perbedaan pertumbuhan tanaman pada lingkungan yang berbeda (Lambers, 1998).

Respon Tanaman Terhadap Lingkungan
Cekaman (stress) merupakan factor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain (Lambers, 1998).
Kompensasi yang dilakukan tanaman untuk efek karena adanya cekaman, terjadi berbeda pada tiap tanaman untuk skala waktunya, karena mekanismenya berbeda-beda tergantung hal itu pada cekaman alami dan proses fisiologinya. Jika tanaman mampu menghadapi stress lingkungan pasti tanaman tersebut mempunyai ketahanan cekaman (stress resistance). Namun ketahanan terhadap cekaman sangat berbeda pada tiap-tiap spesies (Lambers, 1998).
Sebagai contoh adalah respon tanaman terhadap cekaman kekeringan dan salinitas; Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air pada tanah berkurang dan kondisi atmosfer menyebabkan terus berkurangnya air karena transpirasi dan evaporasi. Cekaman bisa terjadi pada sehari-hari tanamanatau periode waktu yang panjang (Hale, 1987). Pada kondisi cekaman kekeringan  maka  stomata  akan  menutup sebagai  upaya  untuk  menahan  laju transpirasi.  Saat  stomata  tertutup,  maka tidak akan terjadi fotosintesis (Zoko, 2009).  Menurut Jumin  (1992), kekurangan air  langsung mempengaruhi  pertumbuhan  vegetatif  tanaman.  Proses  ini  pada  sel  tanaman ditentukan  oleh  tegangan  turgor.  Hilangnya  turgiditas  dapat  menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Kehilangan  air  pada  jaringan tanaman  akan  menurunkan  turgor  sel, meningkatkan  konsentrasi  makro  molekul serta  senyawa-senyawa  dengan  berat molekul  rendah,  mempengaruhi  membran sel  dan  potensi  aktivitas  kimia  air  dalam tanaman.  Peran  air  yang  sangat  penting tersebut menimbulkan  konsekuensi  bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada  tanaman  akan  mempengaruhi  semua proses  metaboliknya  sehingga  dapatmenurunkan pertumbuhan  tanaman  (Sinaga, 2002).
Jika air hujan sedikit, garam tidak akan dilepaskan dari volume tanah, dimana hasil akan berkurang dengan bertambahnya jumlah garam. Pengaruh  utama  salinitas  adalah berkurangnya  pertumbuhan  daun  yang langsung  mengakibatkan  berkurangnya fotosintesis  tanaman.  Tanggapan  yang pertama  kali  dilakukan  tanaman  adalah menurunkan  tekanan  turgor.  Penurunan tekanan  turgor  ini  berdampak  pada menurunnya kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran  sel. Penurunan  turgor  ini diperkirakan  sebagai  proses  yang  paling sensitive  pada  tanaman  dalam  merespon adanya  konmdisi  cekaman  kekeringan. Akibat  dari  menurunnya  turgor  ini  bisa berpengaruh  pada  penurunan  pertumbuhan yang meliputi pertambahan panjang batang, perluasan  daun  dan  penyempitan stomata (Zoko, 2009).Respon  lain  yang  diberikan  oleh tanaman  saat  terjadi  cekaman  garam  adalah dengan meningkatnya  kadar  hormone  asam absisik  (ABA). Konsentrasi  endogenus  ABA  meningkat pada  jaringan  tanaman  selama  tanaman  terkena  cekaman,  baik  cekaman  garam, kekeringan  maupun  dingin. (Moons, 1995)

Konsep dan Pendekatan Penelitian Ekofisiologi
Penelitian tentang pertumbuhan merupakan sebagian efek dari aklimasi oleh individu dan perbedaan genetik diantara populasi. Aklimasi dapat diperoleh dengan pengukuran fisiologi secara genetik hal ini mirip dengan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang berbeda. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menunjukkan tanaman yang tumbuh pada suhu yang rendah secara umum memiliki suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis dari pada tanaman yang tumbuh di suhu hangat. Kita dapat menjelaskan perbedaan genetik dengan tumbuhnya tanaman yang telah terkoleksi dari alpine dan elevasi habitat yang rendah dalam kondisi lingkungan yang sama. Tanaman alpine secara umum mempunyai suhu optimal yang lebih rendah untuk fotosintesis elevasi populasi yang rendah. Demikian, banyak tanaman alpine yang berfotosintesis dengan cepat, juga pada aklimasi dan adaptasi. Penelitian control lingkungan merupakan komplemen penting untuk observasi lapang. (Lambers, 1998).
Model ekologi dan modifikasi molekuler spesifik karakter adalah dua pendekatan yang selama ini digunakan dalam eksplorasi ekologi dari spesifik karakter. Model ekologi dapat dikisar dari hubungan empiris sederhana hingga model matematika komplek yang tergabung dalam pengaruh secara tidak langsung seperti perubahan nitrogen dan leaf area. Molekuler modifikasi gen dapat mengkode karakter. Pada cara molekuler modifikasi kita dapat mengekplorasi akibat dari perubahan kapasitas fotosintesis, sensitivitas pada hormone atau respon terhadap naungan(Lambers, 1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar